Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, dan Psikomotor
- Penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain,
penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil
belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil
belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga
ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan
dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan,
dengan prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut
untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi
pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek
kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya
(aspek psikomotor).
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan
tidak mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil
belajar. Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya itu berpendapat bahwa
pengelompokkan tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis
domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta
didik, yaitu:
a)
Ranah proses berfikir (cognitive domain)
b)
Ranah nilai atau sikap (affective domain)
c) Ranah
keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil
belajar, maka ketiga domain atau ranah itulah yang harus dijadikan sasaran
dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar. Ketiga ranah tersebut menjadi
obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah
yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan
para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
1.
Pengertian Ranah Penilaian Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut
aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan
dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi Dalam ranah
kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari
jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau
aspek yang dimaksud adalah :
• Pengetahuan/hafalan/ingatan
(knowledge)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat
kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide,
rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya.
Pengetahuan atau ingatan adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
• Pemahaman
(comprehension)
Adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami
sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami
adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi.
Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan
penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan
menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan
berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
• Penerapan
(application)
Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip,
rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang
pemahaman.
• Analisis
(analysis)
Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi
ketimbang jenjang aplikasi.
• Sintesis
(syntesis)
Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan
dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan
bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu
pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis
kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu jasil
belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis
karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh
islam.
• Penilaian/penghargaan/evaluasi
(evaluation)
Adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam
ranah kognitif dalam taksonomi Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan
kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai
atau ide, misalkan jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan
mampu memilih satu pilihan yang terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau
kriteria yang ada.
2. Ciri Ciri Ranah Penilaian Kognitif
Aspek kognitif berhubungan dengan
kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal,
mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi. Menurut
Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara
hirarki yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi.
Pada tingkat pengetahuan, peserta
didik menjawab pertanyaan berdasarkan hafalan saja. Pada tingkat pemahaman
peserta didik dituntut juntuk menyatakan masalah dengan kata-katanya sendiri,
memberi contoh suatu konsep atau prinsip. Pada tingkat aplikasi, peserta didik
dituntut untuk menerapkan prinsip dan konsep dalam situasi yang baru. Pada
tingkat analisis, peserta didik diminta untuk untuk menguraikan informasi ke
dalam beberapa bagian, menemukan asumsi, membedakan fakta dan pendapat serta
menemukan hubungan sebab—akibat. Pada tingkat sintesis, peserta didik dituntut
untuk menghasilkan suatu cerita, komposisi, hipotesis atau teorinya sendiri dan
mensintesiskan pengetahuannya. Pada tingkat evaluasi, peserta didik
mengevaluasi informasi seperti bukti, sejarah, editorial, teori-teori yang
termasuk di dalamnya judgement terhadap hasil analisis untuk membuat kebijakan.
Tujuan aspek kognitif berorientasi
pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih
sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan,
metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan
demikian aspek kognitif adalah sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang
kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat
yang paling tinggi yaitu evaluasi. Aspek kognitif terdiri atas enam tingkatan
dengan aspek belajar yang berbeda-beda. Keenam tingkat tersebut yaitu:
1.
Tingkat pengetahuan (knowledge), pada tahap ini
menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) berbagai informasi yang telah
diterima sebelumnya, misalnya fakta, rumus, terminologi strategi problem
solving dan lain sebagianya.
2.
Tingkat pemahaman (comprehension), pada tahap
ini kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri. Pada
tahap ini peserta didik diharapkan menerjemahkan atau menyebutkan kembali yang
telah didengar dengan kata-kata sendiri.
3.
Tingkat penerapan (application), penerapan
merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah
dipelajari kedalam situasi yang baru, serta memecahlcan berbagai masalah yang
timbuldalam kehidupan sehari-hari.
4.
Tingkat analisis (analysis), analisis merupakan
kemampuan mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen-komponen atau
elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan
memeriksa setiap komponen tersebut untuk melihat ada atau tidaknya kontradiksi.
Dalam tingkat ini peserta didik diharapkan menunjukkan hubungan di antara
berbagai gagasan dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar,
prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.
5.
Tingkat sintesis (synthesis), sintesis merupakan
kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur
pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
6.
Tingkat evaluasi (evaluation), evaluasi
merupakan level tertinggi yang mengharapkan peserta didik mampu membuat
penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu.
3. Contoh
Pengukuran Ranah Penilaian Kognitif
Apabila melihat kenyataan yang ada
dalam sistem pendidikan yang diselenggarakan, pada umumnya baru menerapkan
beberapa aspek kognitif tingkat rendah, seperti pengetahuan, pemahaman dan
sedikit penerapan. Sedangkan tingkat analisis, sintesis dan evaluasi jarang
sekali diterapkan. Apabila semua tingkat kognitif diterapkan secara merata dan
terus-menerus maka hasil pendidikan akan lebih baik. Pengukuran hasil belajar
ranah kognitif dilakukan dengan tes tertulis. Bentuk tes kognitif diantaranya;
• tes atau pertanyaan lisan di kelas,
• pilihan ganda,
• uraian obyektif,
• uraian non obyektif atau uraian bebas,
• jawaban atau isian singkat,
• menjodohkan,
• portopolio dan
• performans.
Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
a)
Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk
mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi,
fakta, aturan, urutan, metode.
b)
Pemahaman (C2) yaitu kemampuan seseorang untuk
memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan,
menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
c)
Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk
menjaring & menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada
situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih,
mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan,
mengubah struktur.
d)
Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis
dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan
kemampuan membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan,
mengkategorikan.
e)
Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk
memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru.
Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan,
mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
f)
Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat
memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan
dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan.
Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan
menentukan.
1. Pengertian
Ranah Penilaian Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima
jenjang, yaitu:
a) receiving
b) responding
c) valuing
d) organization
e) characterization by evalue or calue complex
Receiving atau attending (
menerima atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima
rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk
masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya
adalah: kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan
menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau
attenting juga sering di beri pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan
suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar
mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka,
dan mereka mau menggabungkan diri kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan
diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving ,
misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak
di siplin harus disingkirkan jauh-jauh.
Responding (menanggapi) mengandung
arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan
yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini
lebih tinggi daripada jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif
responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih
jauh atau menggeli lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
Valuing (menilai/menghargai).
Menilai atau menghargai artinya mem-berikan nilai atau memberikan penghargaan
terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak
dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah
merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini
tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan
untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran
yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”,
maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai
itu mulai di camkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai
tersebut telah stabil dalam peserta didik. Contoh hasil belajar efektif jenjang
valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk
berlaku disiplin, baik disekolah, dirumah maupun di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Organization (mengatur atau
mengorganisasikan), artinya memper-temukan perbedaan nilai sehingga terbentuk
nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau
mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem
organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai denagan nilai lain.,
pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
Characterization by evalue or
calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang
mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Disini proses internalisasi
nilai telah menempati tempat tertinggi dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu
telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya.
Ini adalah merupakan tingkat efektif tertinggi, karena sikap batin peserta
didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang
mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang
telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentu
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan.
Secara skematik kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam
pembicaraan diatas, menurut A.J Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai
berikut:
Ranah afektif tidak dapat diukur
seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur
adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi, dan
Karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif
seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya
berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan
netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang.
Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan
dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi berkenaan
dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi berkenaan
dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh sebab itu, sikap
selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden,
apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai
tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua
kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala
sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert,
pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif,
dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak
setuju, sangat tidak setuju.
2. Ciri ciri Ranah Afekrif
Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria
untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama,
perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal
perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif adalah
intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari
perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih
kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang
lebih kuat dibanding yang lain. Arah perasaan berkaitan dengan orientasi
positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan apakah perasaan itu baik
atau buruk.
Ada 5 tipe karakteristik afektif yang penting
berdasarkan tujuannya, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
1. Sikap
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu
predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif
terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap
objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap
peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif
setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum
mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu
pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta
didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih
positif.
2. Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi
yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh
objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian
atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583),
minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.
Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk
karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
• mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk
pengarahan dalam pembelajaran,
• mengetahui bakat dan minat peserta didik yang
sebenarnya,
• pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual
peserta didik,
• menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
3. Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi
yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target,
arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain.
Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah.
Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan
dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Penilaian
konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian
diri adalah sebagai berikut:
·
Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan
peserta didik.
·
Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi
yang sudah dicapai.
·
Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan
penanya.
·
Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian
kegiatan peserta didik.
·
Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi
dalam proses pembelajaran.
·
Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar
dan mengetahui standar input peserta didik
·
Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk
mengikuti pembelajaran.
·
Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan
belajarnya.
·
Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
·
Peserta didik mengetahui bagian yang harus
diperbaiki.
·
Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
·
Pendidik memperoleh masukan objektif tentang
daya serap peserta didik.
·
Mempermudah pendidik untuk melaksanakan
remedial, hasilnya dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
·
Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
·
Peserta didik mampu menilai dirinya.
·
Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
·
Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4. Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu
keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan
yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu
organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan
nilai mengacu pada keyakinan.
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler
(1973:7), yaitu nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan
oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya
dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide
sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh
karenanya satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan
menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk
memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap
masyarakat.
5. Moral
Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang
per-kembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara
judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip moral
seseorang melalui penafsiran respon verbal terhadap dilema hipotetikal atau
dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang
lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Jadi moral
berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Ranah afektif lain yang penting adalah:
•
Kejujuran: peserta didik harus belajar
menghargai kejujuran dalam berinteraksi dengan orang lain.
•
Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri
pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
•
Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa
semua orang mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
•
Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa
negara yang demokratis memberi kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal
kepada semua orang.
3. Contoh Pengukuran Ranah Penilaian Afektif
Kompetensi siswa dalam ranah afektif yang perlu
dinilai utamanya menyangkut sikap dan minat siswa dalam belajar. Secara teknis
penilaian ranah afektif dilakukan melalui dua hal yaitu:
a) laporan diri oleh siswa yang biasanya dilakukan dengan pengisian angket
anonim,
b) pengamatan sistematis oleh guru terhadap afektif siswa dan perlu lembar
pengamatan.
Ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam
ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
1.
Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan
terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2.
Merespon, meliputi merespon secara diam-diam,
bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3.
Menghargai, meliputi menerima suatu nilai,
mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
4. Mengorganisasi,
meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak,
mengorganisasi sistem suatu nilai.
1. Pengertian Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor merupakan ranah
yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah
yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis,
menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan
oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak
dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil
belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak
dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif
dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif.
2. Ciri-ciri Ranah Penilaian Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan
dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang
melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang
berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain
sebagainya.
3. Contoh
Pengukuran Ranah Penilaian Psikomotor
Beberapa ahli yang menjelaskan
cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan bahwa hasil
belajar keterampilan dapat diukur melalui
1.
pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku
peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung,
2.
sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan
jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap,
3.
beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan
kelak dalam lingkungan kerjanya.
Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa
penilaian hasil belajar psikomotor mencakup:
• kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
• kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun
urut-urutan pengerjaan,
• kecepatan mengerjakan tugas,
• kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
• keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau
ukuran yang telah ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat
dirangkum bahwa dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan
harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada
saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik melakukan praktik, atau
sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta didik.
Penilaian psikomotorik dapat
dilakukan dengan menggunakan observasi atau pengamatan. Observasi sebagai alat
penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses
terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi dapat
mengukur atau menilai hasil dan proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah
laku peserta didik ketika praktik, kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi
peserta didik dalam simulasi, dan penggunaan alins ketika belajar.
Observasi dilakukan pada saat
proses kegiatan itu berlangsung. Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan
kisi-kisi tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar
memudahkan dalam pengisian observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman
yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai
tingkah laku yang tampak untuk diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi
tanda cek (√) pada kolom jawaban hasil observasi.